Senin, 16 Mei 2016

MENJADI GURU ITU (TIDAK) GAMPANG


             Judul tulisan ini sengaja meletakan kata tidak dalam kurung. Maksudnya agar pembaca memilih sesuai dengan kehendaknya. Pilihan tentunya didasari atas pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman tentang guru.  Perbedaan dasar pilihan dan  latar belakang pemilih, juga akan mempengaruhi pilihan. Meskipun memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang guru, bila pengalaman tentang guru yang dimiliki berbeda, saya yakin akan berbeda juga dalam memilih judul di atas.  Bahkan yang agak “berani”, meskipun pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman tentang guru sama, tetap akan berbeda dalam menentukan judul tulisan ini. Demikian maksud dari peletakan kata tidak dalam kurung. Pembaca akan memilih yang mana?
            Berbagai kegiatan yang berkenaan dengan guru sudah sering dilakukan. Seminar, pendidikan pelatihan (dua hal yang sangat sering), works shop, simposium, penelitian dan kajian, musyawarah, dan kegiatan lainnya. Sejumlah dana, tenaga, energi, pemikiran, gagasan telah dicurahkan  juga berkenaan dengan guru. Itupun belum cukup, masih akan ada kegiatan dan berbagai hal tersebut yang akan dicurahkan juga berkenaan dengan guru. Apakah hal ini menunjukan menjadi guru itu gampang atau sebaliknya? Jawaban pertanyaan ini tentunya hanya dua kemungkinan, gampang atau tidak. Masing-masing jawaban akan memiliki beragam alasan dan dasar jawaban. Salah satu jawabannya mungkin begini; menjadi guru itu gampang sehingga perlu dilakukan berbagai kegiatan agar orang lain, terutama guru tidak akan “menggampangkan guru”, atau menjadi guru itu tidak gampang, maka perlu dan harus dilakukan berbagai hal agar dapat merubah tidak gampang menjadi gampang. Mana yang akan pembaca pilih?
            Pemahaman, atau  tepatnya menganggap menjadi guru itu gampang atau tidak, didasari atas pengetahuan, pemahaman dan pengalaman tentang guru. Ada kurun waktu (meski sulit disebutkan tahun dan bulan) saat menjadi guru suatu hal yang “sulit”, maksudnya tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Orang yang “akan” menjadi guru benar-benar yang telah lulus seleksi jiwa dan raga, lahir dan batin, tentunya juga administrasi birokrasi. Orang ini akan menjadi guru dengan segenap jiwa dan raganya, lahir dan batinnya, di setiap tempat dan pada setiap saat.  Guru ini menjadi tokoh  yang “bertuah”. Setiap kata dalam kalimatnya, setiap kalimat dalam ucapannya, setiap ucapan dalam hidupnya sudah dipikirkan benar salahnya, dirasakan manis pahitnya, dan selalu diselaraskan dengan tindakannya.  Hal ini dapat diibaratkan suara guru “menyerupai” paling tidak mendekati suara Tuhan. Apakah saat ini masih ada guru yang “bertuah”?
            Ada kurun waktu saat menjadi guru mudah (barangkali dipermudah?) Seleksi orang yang akan menjadi guru lebih dominan pada  seleksi administrasi birokarsi. Itupun masih diberi beberapa pengecualian. Apakah seleksi model begini mengabaikan aspek jiwa dan raga, lahir dan batin? Silahkan dijawab berdasarkan alasan masing-masing. Apakah seleksi model ini akan menghasilkan guru yang “bertuah”?.  Tentunya tidak  juga. Saya percaya diantara orang yang (hanya) lulus seleksi administrasi birokrasi, masih ada yang juga “lulus” seleksi jiwa dan raga, lahir dan batin. Berapa orang jumlahnya? Tentunya sulit disebutkan, hal ini akan nampak setelah orang yang lulus seleksi menjadi guru nantinya. (orang yang seperti ini semoga makin banyak yang lulus). Pertanyaannya, ketika sebuah aspek tidak menjadi syarat, apakah aspek tersebut akan menjadi pelengkap?
             Tulisan ini hanya bermaksud untuk berdiskusi yang nanti bisa saling melengkapi. Ideal itu berasal dari kata ide, rancangan dalam  pikiran, gagasan, cita-cita. Ideal berarti memuaskan karena sesuai dengan yang dicita-citakan (KBBI). Guru ideal berarti guru yang sesuai dengan gagasan. Guru ideal dapat juga dimaknai guru yang dapat memuaskan diri sendiri dan orang lain karena sesuai dengan cita-cita pribadi dan cita-cita bersama. Guru diharapkan dapat memuaskan diri sendiri dan orang lain. Kepuasan bagi diri sendiri dimaknai, puas menjadi guru, tidak menganggap rendah diri sendiri sebagai guru, tidak mudah tergoda untuk beralih profesi dan alih posisi dari guru, struktural misalnya. Puas dengan segala hal yang dikerjakan dan semua yang didapatkan (imbalan). Tidak merasa pendapatan kurang, sehingga tidak  mudah menyalahgunakan wewenang  dalam berbagai kesempatan. Apakah memberi dengan tulus dan tidak mengharap imbalan akan menimbulkan kepuasan guru? Bukankah kepuasan manusia itu terdiri atas banyak unsur? Bukankah guru juga manusia? Apakah masih ada guru yang mau memberi tanpa mengharap imbalan?
            Guru juga harus memuaskan orang lain, siswa, masyarakat umum, dan pemerintah. Guru yang profesional salah satu indikatornya adalah kepuasan siswa. Tentunya kepuasan yang sesuai dengan peraturan. Siswa yang malas akan puas bila diberi nilai baik, tentunya bukan kepuasan model begini. Siswa yang rajin, giat dan disiplin akan puas bila nilainya baik, karena sesuai dengan yang dicita-citakan. Masyarakat akan puas bila anak mereka memperoleh pelayanan guru sesuai dengan yang dicita-citakan. Pemerintah akan puas bila guru dapat bekerja sesuai dengan yang digagas dan dicita-citakan pemerintah. Timbul beberapa pertanyaannya, apakah guru sudah puas dengan siswa yang dihadapi? Apakah siswa sudah memuaskan gurunya dalam bidang akademik?  Apakah guru sudah puas dengan komitmen masyarakat terhadap anaknya?  Apakah guru sudah puas dengan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berkenaan dengan guru? Apakah guru puas …..? (silahkan dilengkapi)
            Guru di satu pihak, siswa, orangtua serta masyarakat di pihak lain, serta pemerintah, merupakan tiga pihak yang saling berhubungan.  Ketiga pihak masing-masing mempunyai cita-cita, gagasan dan rancangan dalam pikiran. Cita-cita, gagasan dan rancangan dalam pikiran masing-masing diupayakan untuk diwujudkan. Perwujudannya haruslah saling berkait dan mendukung, tanpa ada yang dirugikan dan dikalahkan. Tidak boleh ada yang mendominasi dalam berhubungan. Simbiose mutualisme. Pola hubungan ketiga pihak harus minimbulkan kepuasan bersama. Jangan sampai kepuasan satu pihak menjadi kerugian bagi pihak lain. Timbul pertanyaan, apakah semua pihak tersebut sudah merasa puas?  Apakah tingkat kepuasan semua pihak sudah sama?
           
            Berbagai kegiatan yang telah dan akan dilakukan yang berkenaan dengan guru dimaksudkan untuk memberi kepuasan kepada semua pihak tersebut. Hanya saja indikator kepuasan masing-masing pihak belum terumuskan secara nyata, dan menyatu. Sehingga mengakibatkan masing-masing pihak akan menafsirkan dan mengukur kepuasan menurut ukuran masing-masing. Ukuran kepuasan pemerintah terhadap guru mungkin relatif lebih jelas, karena tertuang dalam sejumlah tata aturan. Bila tata aturan itu sudah ditaati dan dilaksanakan guru, maka pemerintah akan merasa puas. Ukuran kepuasan orang tua atau masyarakat terhadap guru bisa jadi mengikuti kepuasan pemerintah. Apabila masyarakat puas terhadap guru, maka sewajarnya masyarakat juga akan merasa puas. Lalu ukuran kepuasan guru itu apa? Apakah sejumlah gaji ditambah berbagai tunjangan sudah membuat guru puas? Mungkin sudah, untuk aspek material. Bagaimana dengan kepuasan batin? Salah satu contoh, materi atau pemateri dalam pelatihan yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Apakah hal ini tidak akan mengurangi rasa kepuasan guru?

 Menjadi guru itu gampang (barangkali tepatnya digampangkan), karena hanya menyampaikan materi pelajaran dengan berbagai cara. Sedikit kreasi dan inovasi untuk menjadi daya tarik siswa sudah cukup. Selebihnya tinggal menghitung berapa jumlah imbalan yang akan diterima. Menjadi guru itu tidak gampang (meskipun tidak berarti tidak dapat dilakukan).  Sangat banyak aspek dan pihak yang saling berhubungan sebab akibat. Hubungan itu bersifat aktif dinamis dan tidak akan pernah ada kata selesai. Kenapa tidak pernah selesai? Karena guru ideal itu hanya ada dalam gagasan, gagasan itu selalu tumbuh, berkembang dan berubah. Apakah menjadi guru  ideal itu gampang? Apakah salah bila guru ideal juga mengharap imbalan? Kedua pertanyaan itu saya jawab “tidak”. Bagaimana dengan jawaban Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar